BATARA GUNUNG BITUNG
(Pendiri Kerajaan Talaga)
![]() |
Gunung Bitung Desa Wangkelang Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka |
NAMA : Rhakean çuddhayocha (Sudhayasa)
GELAR : Batara Gunung Bitung
MASA PEMERINTAHAN : Abad Ke XIII Masehi. Memerintah Selama 2 windu (16 tahun)
NAMA ISTRI : Tidak diketahui
NAMA AYAH : Rahyang Surya Dewata
NAMA IBU : Dewi Ajar Sukaresi
ANAK :
1. Sunan Cungkilak
2. Sunan Benda
3. Sunan Gombang
4. Ratu Ponggang Sang Romhiyang
5. Darma Suci I
Di Arcakan Sebagai : Tidak Diketemukan
Sumber Rujukan : Wawacan Talaga, Wikipedia, Wawacan Nusantara, https://www.tatangmanguny.wordpress.com
CATATAN :
Rujukan
Kitab Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara (parwa III sargah 2 )
Karya Pangeran Wangsakerta Cirebon ,yang dibuat Tahun. 1677 M
..........// sang prabhu a-jighuna linggawiçesa gumantyaken dumadi raja lawasnya pitung warça / ing saharsa limangatus limang puluh lima tika ning saharsa rwangatus nemang puluh rwa / ikang çakakala // ing pasanggaman ira sang prabhu ajiguna linggawiçesa lawan ratu umma lestari maputra pirang siki jalu lawan stri // rwang siki pantaranya ya ta sang panuha ya ta sang prabhu ragamulya luhur prabhawa / atawa sang aki kolot ngaran ira waneh // putra dwitiya ya ta ratu samanta i mandala ghaluh yatiku raden suryadewata / atawa sang mokteng wanaraja i bhumi ghaluh ngaran ira waneh // ya ta pejah ri kala maburu satwa haneng i tengah wana // satulunya putra prathama ya ta prabhu raga gumantyaken rama nira dumadi mamrati i bhumi jawa kulwan salawas ira sapuluh warça / ing saharsa rwangatus nemang puluh rwa tka ning sa harsa rwangatus pitung puluh rwa / ikang çakakala // satuluyna prabhu ragamulya luhur prabawa mmaputra pirang siki rwang siki pantaranya yatiku prabhu maharaja linggabhuana / atawa sang mokteng bubat aranira waneh // dwitiya sang patih mangkubhumi çuradhipati / athawa bunisora / athawa sang mokteng ghegheromas ngaran ira waneh
// i sedeng mangene putra ning raden suryadewata hana pirang siki / salah tunggal pantaranya raden çuddhayoca / athawa bhatara gunung bitung ngaran ira waneh // raden çuddhayoca naher dumadi f dang upasakagóng budhayana sarawastiwada i ghunung bitung // hana pwa putra sang bhatara ghunung bitung raden darmasuci ngaran irakweh pariwara mwang sisya nira // matangyan sira madeg rajaguru budhayana sarwastiwada i mandala talaga sapinasuk galuh pandeça // ri hawusnya prabhu darmasuci pejah ginantyaken dening swaputra nira madeg raja talaga yatiku prabhu talagamanggung ngaran ira // ....
Terjemahan teks yang berwarna merah (kurang lebih) mengisahkan :
Putra raden surya dewata ada beberapa orang, salah satu diantaranya raden sudhayoca (sudhayasa) atau bathara ghunung bitung di sebutnya// raden sudhayasa menjadi pengamal agung budhayana sarwastiwada di ghunung bitung // salah satu putra barthara ghunung bitung adalah raden darmasuci setelah dia berhenti menjadi raja guru budhayana sarwastiwada di negri talaga // setelah darmasuci meninggal maka yang menggantikannya adalah Prabhu Talagamanggung.
(Penterjemah . Asep Asdha Singhawinata 05/03/17)
Silsilah Rhakean Sudhayasa
Prabu Citraganda memerintah di Kerajaan Sunda (termasuk Galuh dan Galunggung) sampai tahun 1311 Masehi.
Pengganti Prabu Citraganda, puteranya, Prabu Linggadewata. la memegang kekuasaan di Kerajaan Sunda , sampai tahun 1333 Masehi.
Sebagai pengganti Prabu Citraganda, adik iparnya, Prabu Ajiguna Linggawisesa.Karena, Prabu Ajiguna Linggawisesa, menikah dengan adiknya Prabu Citraganda: RatnaUmalestari.
Pada masa pemerintahannya, ibukota Kerajaan Sunda beralih, dari Pakuan(Bogor) ke Kawali (Ciamis). Dari pernikahannya dengan Uma Lestari, Prabu AjigunaLinggawisesa memperoleh putera, di antaranya:
1. Ragamulya Luhur Prabawa, atau Aki Kolot;
2. Dewi Kiranasari, diperisteri oleh Prabu Arya Kulon;
3. Suryadewata, (Sang Mokteng Wanaraja)
Prabu Ajiguna Linggawisesa wafat tahun 1340 Masehi. Kemudian digantikan olehputeranya, Prabu Ragamulya Luhur Prabawa, yang memerintah di Kerajaan Sundasampai tahun 1350 Masehi
Sementara , putera ke tiga dari pasangan Prabhu Ajighuna linggawisesa dan Dewi Ummu Lesthari, yang bernama Rd Surya Dewata menikah dengan Dewi Ajar Sukaresi, putri cantik yang masih keturunan Raja pajajaran. sementara Suryadewata sendiri lebih memilih menjadi pertapa dan sebagai penasehat kerajaan.
Dari pernikahan itulah mempunyai anak yang bernama Rhakean (çuddhayoccha) / Sudayasa atau Batara Ghunung Bitung , yang merupakan pendiri Kerajaan Talaga.
Berdirinya Kerajaan Talaga
Kerajaan bercorak “budha sunda” hal itu di buktikan dengan adanya beberapa peninggalan berupa patung patung budha yang masih tersimpan di museum talagamanggung.
Talaga berdiri pada tahun 1400an Masehi. Yang didirikan oleh Rd Sudhayasa di Ghunung Bitung , sebuah perbukitan desa wangkelang kemantren Cingambul Kecamatan Cikijing. Dari nama itulah Rhakean Sudhayasa dijuluki sebagai Bathara Ghunung Bitung. Yang artinya “Bathara (orang pintar) dari Gunung Bitung.”
Pada awalnya , Rhakean Sudhayasa termasuk orang yang tidak betah tinggal di keraton .
Beliau memutuskan untuk pergi ke Gunung Bitung dan menjadi pertapa disana ,sambil mengamalkan ajaran “budhayana sarwastiwada” .
Selang beberapa bulan sejak beliau bermukim di Gunung Bitung, masyarakat mulai mengetahui bahwa di Gunung Bitung ada seorang Resi Mumpuni, sehingga mereka tertarik untuk berguru pada beliau.
Berita itu tersebar kemana mana, sehingga tak hanya masyarakat sekitar Gunung Bitung saja yang ingin berguru pada beliau, tetapi dari dareah lain pun berdatangan, sehingga dibuatlah “Padepokan” (tempat berguru) dengan nama "Mandala Gunung Bitung". Dari situlah Sang Bhatara Ghunung Bitung memperoleh gelar Dang Upacaka Agung Budhayana Sarwastiwada. Atau kurang lebih berarti “Sang Pengamal Agung Ajaran Budha Sarwastiwada.”
Pada kesehariannya Raden Sudhayasa tak hanya mumpuni dalam mengamalkan ajarannya, tapi piawai juga dalam kepemimpinan dan ilmu ketata negaraan . hingga para pengikutnyapun mengangkat beliau menjadi pemimpin dalam hal ber masyarakat. Dan mengangkat beliau menjadi seorang raja dengan gelar Raja Guru Bathara Ghunung Bitung.
Setelah beliau menikah beliau makin mengmbangkan ajarannya. Dan kepemimpinannya pun sangat dirasakan adil pramapta oleh pengikutnya. Karena semakin hari semakin banyak pengikutnya , beliau memindahkan padepokannya ke sebuah daerah dekat danau yang bernama Situ Sanghiyang (sekarang terletak di Kec Banjaran Kab Majalengka) . Yang kemudian diberi nama Wewengkon “Talaga” (daerah dekat danau).
Disitulah beliau membangun padepokan sekaligus tempat untuk mengatur tata pemerintahan yang dibantu oleh para putra putrinya.
Tampuk pemerintahan Batara Ghunung Bitung berlangsung 2 windu (16 tahun). dan diawal berdirinya Kerajaan Talaga, Talaga merupakan negara yang berdaulat, atau bukan negara bagian dari negara manapun, sementara dukungan dan bantuan dari Kerajaan Galuh dan Cirebon terus mengalir sebagai negara sahabat dan karna adanya ikatan saudara antara Kerajaan Galuh dan pendiri Kerajaan Talaga.
Kerajaan Talaga meliputi wilayah-wilayah yang sekarang disebut dengan Talaga (dan Banjaran), Cikijing (termasuk Cingambul), Bantarujeg, Lemahsugih, Maja (termasuk Argapura) dan bagian selatan Majalengka (Cigasong dan Girilawungan).
Pemerintahan Batara Gunung Bitung sangat baik. Agama yang dipeluk rakyat kerajaan ini adalah agama budha sunda. Pada masa pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah dibuat sepanjang lebih 25 Km, tepatnya jalur jalan Talaga – Salawangi di daerah Cakrabuana. Pembangunan lainnya berupa perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi semua saluran pengairan di daerah Cikijing.
Rakean Sudhayasa berputra 5 orang yaitu : (1) Sunan Cungkilak, (2) Sunan Benda, (3) Sunan Gombang, (4) Ratu Panggongsong Ramahiyang (ada yang menulis Pagongsong Romahiyang), (5) Prabu Darma Suci I, dan
Setelah meletakkan jabatan, pemerintahan Kerajaan Talaga selanjtunya dilanjutkan oleh Prabu Drama Suci I. Dan Batara Gunung Bitung kembali bertapa di gunung bitung daerah pertama yang beliau tinggal di wilayah Talaga.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Informasi tentang Sejarah & Budaya Talaga - Majalengka
Klik di :
Penulis : Asep AsDHA Singhawinata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar