ARYA KIKIS
(Perlawanan Terhadap Demak)
Ilustrasi Perang Zaman Kerajaan
Ilustrasi Perang Zaman Kerajaan |
NAMA : Arya Kikis
MASA PEMERINTAHAN : 1550 - 1590 Masehi
NAMA ISTRI : Tidak diketahui
NAMA AYAH : Rd Ranggamantri (Pucuk Umun)
NAMA IBU : Dewi Sunyalarang (Ratu Parung)
Anak
- 1. Delem Kulanata
- 2. Dalem Cageur
- 3. Rd Apun Surawijaya
- 4. Nyi Ratu Radea
- 5. Nyi Ratu Putri
- 6. Dalem Wangsagoprana
Komplek Situs Mkam Arya Kikis Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka |
Prasasti Pada Gapura di
Komplek Situs Mkam Arya Kikis Kecamatan Banjaran
Kabupaten Majalengka
Narasi .
Setelah Ratu Sunialarang / Ratu Parung wafat
sementara waktu (pejabat sementara) Tahta Narpati di Karatuan
Talaga diteruskan oleh Prabu Haur Koneng III pada tahun 1534, karena kala
itu Arya Kikis sebagai Putra Mahkota dirasa belum cukup dewasa untuk memimpin
Nergri Talaga.
Tahun 1540 diangkatlah Arya Kikis menjadi Narpati Talaga
dan Prabu Haur Koneng III menjadi narpati di Kuningan yang dilanjutkan menjadi
narpati di Galuh Pangauban.
Pada masa kedua pemimpin ini mereka menjalankan roda
pemerintahan Talaga yang dipusatkan di “Karaton Ciburang” yang lokasinya
sekarang terletak di Desa Maniis Kecamatan Cingambul.
Karena itulah Arya kikis mendapat Wastu / Gelar (Sunan
Ciburang II) (1)
keterangan ini dapat menjawab kesimpang siuran catatan sejarah di Subang, yang menyatakan bahwa Rd. Arya Wangsagoparana Putra dari Arya Kikis dan versi lainnya disbut putra dari Sunan Ciburang.
Perlu di ketahui bahwa sepanjang perjalanan sejarah
Karatuan Talaga ada dua Wastu (gelar) “Sunan Ciburang” di generasi yang
berbeda.
Sunan Ciburang I : Rd. Kamana / Ratu Kamana, putra dari Ratu Rara Dewi Simbarkantjana dan
Rd. Kusumalaya
Sunan Ciburang II : Arya Kikis Putra Ratu Sunialarang dan Rd. Ranggamantri
Pada tahun 1541 diselenggarakan perundingan
“Multilateral” yang dihadiri oleh para petinggi negara negara se Tatar Sunda
diantaranya yang tercatat adalah :
-Dari Galuh Pangauban di wakili oleh Prabu Haur Koneng
III
-Dari Cirebon Diwakili oleh Sinuwun Sunan Gunung Jati
-Dari Talaga sekaligus pihak penyelanggara di wakili Oleh
Arya Kikis dan Rd Ulun Parancaherang.
Perundingan itu menerbitkan 4 poin kesepakatan “menurut
naskah Carukanda Talaga ” diantaranya :
1. Dilarang keras berselisih dan saling serang antara kakuasaan Demak/Cirebon dan kakuasaan Sunda- Galuh.
2. Pihak Cairebon mencabut kembali “embargo” garam ke sunda galuh.
3. Radja radja Sunda Galuh membayar upeti tahunan ke Sultan Cairebon ku berupa hasil pertanian.
4. Jika dikemudian hari terjadi pertikaian diantara
negara peserta perundingan maka dari pihak Cirebon, Galuh dan Talaga
berkewajiban untuk mendamaikannya kembali.
(catatan : naskah sudah diterjemahkan dari Bahasa Sunda
pertengahan ke bhs Indonesia)
Dikemudian hari, ternyata, "Nota kesepakatan Ciburang" tidak dapat diterima oleh sebagian besar petinggi Negri dan Tokoh Masyarakat Talaga. Terutama pada "poin ke 3", Sebab masyarakat Talaga merasa bahwa Talaga merupakan "Negara yang berdaulat". Diawali dangan ikut campur Demak untuk menarik upeti dari Talaga melalui Cirebon, sedangkan di sisi lain kondisi rakyat Talaga begitu memerlukan perhatian pemerintah, akhirnya permintaan Cirebon-Demak untuk menarik upeti dari Talaga diabaikan. Merasa tak dihiraukan, koalisi pasukan Cirebon-Demak tiba-tiba menyerang Talaga. Terjadilah kekiisruhan antara Pasukan Talaga dengan pasukan Cirebon dan Demak dan pertikaianpun tak dapat dihindari.
Di medan jurit, walau prajurit-prajurit Talaga yang
dibantu ketat oleh puragabaya serta pendekar-pendekar dari padepokan-padepokan
dan pesantren-pesantren Islam jumlah pasukan dan senjatanya lebih kecil
dibandingkan jumlah serta kekuatan Cirebon-Demak, namun pasukan Talaga dengan
penuh semangat terus mengadakan perlawanan. Akhirnya semua pasukan
Cirebon-Demak dapat diusir ke luar dari wilayah Talaga.
Diceritakan di dalam naskah Carukanda Talaga , bahwa seorang Demang dari Talaga dan 3 orang lurah tamtama Demak terbunuh di dalam tragedi tersebut.
Kondisi ini membuat prihatin Sinuwun Sunan Gunung jati. Akhirnya di tahun 1545 beliau turun ke talaga untuk mengadakan kembali perundingan damai antara koalisi Cirebon Demak dan Talaga. Dan perundingan ini kembali diadakan di Keraton Ciburang.
Selama menjabat sebagai Pemimpin Negri Arya Kikis
Berhasil menyempurnakan system Ketataprajaan di Negri Talaga
Beliau Mengeluarkan tiga poin
Maklumat yg kala zaman itu terkenal dengan sebutan "Ujar Ratu sabda
Raja" yg berbunyi :
(Telah di terjemahkan kedalam bhs Indonesia)
1. Semua daerah yang termasuk kedalam wilayah pemerintahan Kerajaan Talaga, kedaleman (setingkat Kabupaten sekarang) di beri kewenangan penuh untuk mengurus wilayah masing masing (otonomi Daerah) termasuk kekuasaan pasukan utama keamanan negara yang semula ber ada di wilayah banjaran sari (cikijing sekarang).
2. Para Dalem Agung (Dalem Utama atau
setingkat propinsi sekarang,) diantaranya:
- Dalem Madjaagung (Maja )
- Dalem Cageur (Darma – Kabupaten Kuningan sekarang)
- Dalem Patrajenar (Majalengka sekarang)
- Dalem Parakan Muncang (Kabupaten Sumedang sekarang)
- Dalem Singandaru (Kawali - Kabupaten Ciamis sekarang)
Diberikan kedudukan sebagai penguasa mandiri yg keamanannya di bantu oleh para Kepala Jurit Wirautama Talaga.
3. Setiap tanggal 10 sampai dengan tanggal 17 bulan Syafar, para pemimpin daerah harus mengikuti Sawala Agung (musyawarah tahunan) ke Pasanggrahan Agung Talaga dalam rangka memusyawarahkan daerahnya .
Tatanan komando kekuasaan Kerajaan
Talaga Pada masa kepemimpinan Arya Kikis :
I.
Keprabon
Maha
Patih Agung,(setingkat perdana mentri sekarang)
Mantri
Utama
Mantri
Jero
Puraga
Bhaya
Hulu Jurit Wirautama
II.
Kadaleman
Dalem
Umbul
Demang
Pemimpin
pemimpin dibawahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar